GMNI Desak Presiden Prabowo Tuntaskan Konflik Agraria

GMNI Desak Prabowo Tuntaskan Konflik Agraria
GMNI Desak Prabowo Tuntaskan Konflik Agraria

NETRA WARGA – Memasuki usia 80 tahun Indonesia merdeka, isu agraria kembali mengemuka sebagai persoalan fundamental yang belum terselesaikan.

Sejak awal, para pendiri bangsa telah menempatkan tanah dan sumber daya agraria sebagai fondasi penting pembangunan nasional.

Tonggak sejarah lahir pada 1960 lewat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Regulasi ini dimaksudkan sebagai pijakan dalam menata dan mengelola sumber daya agraria di Indonesia.

Namun, enam dekade lebih berlalu, problem agraria masih membayangi masyarakat.

Ketimpangan kepemilikan tanah, status hukum yang tidak jelas, penyalahgunaan sumber daya alam, hingga tumpang tindih kebijakan kerap memicu konflik berkepanjangan.

Dampaknya tidak hanya menciptakan pelanggaran hak masyarakat adat, tetapi juga kriminalisasi terhadap para aktivis yang memperjuangkan keadilan agraria.

GMNI Desak Reforma Agraria Sejati

Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) menyatakan sikap tegas terkait kondisi tersebut.

Ketua DPP GMNI, Sujahri Somar, menuntut langkah konkret dari pemerintah.

“Kami DPP GMNI mendesak Presiden Prabowo melalui kementerian terkait untuk segara menuntaskan konflik agraria di Indonesia,” tegas Sujahri.

GMNI menilai reforma agraria sejati harus diwujudkan dengan redistribusi tanah bagi petani miskin, bukan sekadar program pembagian sertifikat tanah.

Organisasi mahasiswa nasionalis tersebut juga menolak praktik perampasan tanah yang dilakukan korporasi maupun oligarki, serta menentang kriminalisasi masyarakat yang memperjuangkan hak-hak agraria.

Kritik terhadap Tata Ruang dan Izin Usaha

Petani jadi salah satu golongan yang harus mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah.

Selain redistribusi tanah, pemerintah juga didorong mengevaluasi kebijakan tata ruang yang kerap melahirkan konflik kepentingan.

GMNI meminta pencabutan izin usaha yang merampas ruang hidup rakyat dan menegaskan pentingnya perlindungan hukum bagi petani, nelayan, serta masyarakat adat.

“Pemerintahan Presiden Prabowo wajib menjamin, melindungi dan memberikan hak kepada masyarakat desa yang masuk dalam kawasan hutan lindung,” lanjut Sujahri dalam pernyataan resminya.

Pekerjaan Rumah Agraria

Isu agraria menjadi pekerjaan rumah panjang bagi setiap rezim pemerintahan di Indonesia.

Ketimpangan lahan tidak hanya berdampak pada sektor pertanian, tetapi juga memengaruhi ketahanan pangan, kesejahteraan masyarakat desa, hingga stabilitas sosial politik.

GMNI menegaskan, memasuki delapan dekade kemerdekaan, pemerintah tidak boleh lagi menunda agenda reforma agraria sejati.

Menurut mereka, tanpa penyelesaian serius, konflik agraria akan terus menjerat masyarakat kecil sementara kepentingan oligarki semakin menguat.