NETRA WARGA – Di tengah gemerlap lampu LED dan teknologi penerangan modern, lampu teplok tetap punya tempat istimewa di hati banyak orang Indonesia.
Lampu sederhana yang menggunakan minyak tanah ini bukan sekadar alat penerang di malam hari, tetapi juga simbol nostalgia, ketahanan, dan kearifan lokal.
Bahkan, di beberapa daerah, lampu teplok masih digunakan hingga sekarang, baik untuk keperluan sehari-hari maupun sebagai pelengkap acara adat dan hiasan rumah bernuansa vintage.
Asal Usul dan Sejarah Lampu Teplok
Lampu teplok sudah digunakan di Nusantara sejak era kolonial Belanda, ketika minyak tanah mulai diperkenalkan secara massal.
Bentuknya khas, tabung kaca bening sebagai pelindung api, sumbu yang terbuat dari kain, serta wadah logam atau kaca untuk minyak tanah.
Namanya sendiri, “teplok,” diduga berasal dari bunyi khas ketika api dinyalakan atau dimatikan.
Di masa lalu, lampu ini menjadi penerang utama rumah-rumah di desa, warung kopi, hingga gardu ronda sebelum listrik masuk ke pelosok.
Fungsi yang Lebih dari Sekadar Penerangan
Lampu teplok bukan hanya soal cahaya. Ia hadir dalam berbagai momen kehidupan warga desa, menerangi dapur ketika ibu menyiapkan makanan dini hari, menemani anak-anak belajar sebelum tidur, hingga menjadi saksi obrolan panjang di serambi rumah.
Dalam kegiatan ronda malam, lampu teplok kerap digantung di poskamling atau dibawa keliling kampung oleh para warga.
Selain itu, cahaya kuning temaramnya menciptakan suasana hangat yang sulit ditiru lampu listrik.
Nilai Budaya dan Filosofi Lampu Teplok
Bagi sebagian orang, lampu teplok punya makna filosofis.
Api kecilnya yang stabil melambangkan kesabaran, ketekunan, dan kesederhanaan hidup.
Dalam tradisi Jawa, lampu minyak termasuk teplok juga digunakan dalam ritual tertentu sebagai simbol penerang jalan roh leluhur.
Kehadirannya mengingatkan bahwa teknologi secanggih apapun tetap tak bisa menggantikan sentuhan tradisi yang penuh makna.
Perubahan Peran di Era Modern
Kini, lampu teplok jarang dipakai sebagai sumber penerangan utama.
Namun, ia menemukan “hidup baru” sebagai dekorasi rumah, properti kafe, hingga bagian dari set pemotretan bertema vintage.
Beberapa pengrajin bahkan memodifikasi lampu teplok menjadi lampu listrik agar tetap aman digunakan di dalam ruangan, tanpa kehilangan bentuk aslinya.
Tips Merawat Lampu Teplok
Bagi kolektor atau pemilik lampu teplok, perawatan sederhana sangat penting.
Pastikan kaca lampu dibersihkan secara rutin agar cahaya tetap terang, sumbu diganti ketika mulai habis, dan minyak tanah selalu berada pada kadar cukup.
Jika digunakan untuk hiasan, lampu teplok bisa dilap dengan kain kering agar tidak berkarat atau kusam.
Lampu Teplok dalam Ingatan Kolektif
Lebih dari sekadar benda, lampu teplok adalah bagian dari ingatan kolektif masyarakat Indonesia.
Ia mengingatkan kita pada masa ketika malam tidak selalu terang benderang, ketika obrolan keluarga ditemani cahaya temaram, dan ketika hidup berjalan lebih pelan namun hangat.
Lampu teplok mungkin tidak lagi menjadi kebutuhan pokok, tetapi kisahnya akan selalu bersinar—seperti api kecilnya yang setia menerangi sudut-sudut gelap rumah di masa lalu. (Lia)






