Isi Dompet Makin Nangis Gegara Garis Kemiskinan yang Suka Naik Daun

Isi Dompet Makin Nangis Gegara Garis Kemiskinan yang Suka Naik Daun
Isi Dompet Makin Nangis Gegara Garis Kemiskinan yang Suka Naik Daun

NETRA WARGA – Ada satu garis di negeri ini yang entah kenapa selalu rajin naik: garis kemiskinan.

Per Maret 2025, nilainya sudah tembus Rp609 ribu per orang per bulan.

Kalau dibagi rata, itu artinya sekitar Rp20 ribu sehari. Dengan uang segitu, kita bisa makan… ya, asal pintar-pintar menghitung, dan rela menyingkirkan cita-cita nongkrong di kafe kekinian.

Uniknya, meski garisnya naik, pengeluaran yang bikin orang jatuh miskin tetap sama: makanan.

Porsinya nyaris 75 persen. Jadi jelas, urusan perut masih jadi jurus pamungkas dalam menentukan nasib seseorang: dianggap sejahtera atau masih masuk hitungan miskin.

Sisanya, buat kebutuhan lain kayak sekolah, kesehatan, atau bayar kos, porsinya lebih kecil.

Persis kayak lauk tempe di warteg—selalu kalah porsi dari nasi.

Di kota, garis kemiskinan memang lebih tinggi, sekitar Rp629 ribu per bulan.

Tapi jangan senang dulu kalau tinggal di desa, karena meski angkanya lebih rendah, kenaikannya justru lebih kencang.

Jadi, baik di kota maupun di desa, sama-sama harus pintar mengatur dompet.

Bedanya, di desa bisa lebih banyak nebeng sayur dari kebun tetangga, sementara di kota harus siap belanja sayuran segar yang kadang lebih mahal dari ongkos ojek online.

Pejabat bilang, angka ini penting untuk mengukur siapa saja yang tergolong miskin.

Bagi sebagian orang, mendengar garis kemiskinan naik itu seperti mendengar kabar kenaikan harga BBM: bikin gelisah, tapi mau tak mau harus dijalani.

Jadi kalau ada yang bilang “rezeki sudah ada yang ngatur,” mungkin benar.

Hanya saja, harga kebutuhan pokok juga punya manajer sendiri—dan dia sering sekali suka menaikkan target. (Lia)