NETRA WARGA – Ada satu agenda politik yang selalu sukses bikin banyak orang menebak-nebak, musyawarah daerah.
Katanya, ini bukan sekadar acara rutin partai politik, melainkan panggung besar untuk menjaga soliditas dan memperkuat kaderisasi.
Tapi jujur saja, buat warga biasa, Musda kadang lebih mirip sinetron, kita tidak ikut main, tapi tetap penasaran sama ending-nya.
Yang menarik, Musda kali ini digadang-gadang bakal berlangsung aklamasi.
Alasannya mulia, biar tidak ada perpecahan. Kedengarannya manis, seperti reuni keluarga yang semua sepakat tidak akan ribut soal warisan.
Tapi ya, namanya juga politik. Kadang niat awal menjaga persatuan, ujung-ujungnya malah debat panjang soal siapa yang paling layak duduk di kursi ketua.
Prosesnya pun cukup ketat. Syarat calon ketua tidak main-main: harus punya KTA aktif dan pengalaman minimal lima tahun jadi pengurus.
Jadi jangan harap ada sosok misterius yang tiba-tiba muncul lalu langsung duduk di kursi puncak.
Politiknya katanya sudah dewasa, meski gosip soal siapa calon terkuat tetap beredar ke mana-mana, dari warung kopi sampai grup WhatsApp.
Lucunya, meski sudah sering disebut-sebut, calon yang namanya paling banyak beredar justru memilih merendah.
Katanya, semua masih tergantung dinamika suara dari bawah.
Tentu saja, jawaban ini terdengar aman, meski bikin orang makin penasaran, apa benar tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu?
Pada akhirnya, Musda ini bukan hanya soal siapa yang terpilih.
Lebih dari itu, ini soal menjaga agar beringin tetap kokoh, meski angin politik bertiup dari segala arah.
Dan, seperti biasa, warga hanya bisa menonton sambil menyiapkan popcorn—karena drama politik selalu punya episode baru. (Lia)







